Sabtu, Oktober 04, 2008

APBD Perubahan Naik Rp100 M

Wakil Bupati Serahkan Draft Anggaran
Rabu, 10 September 2008

Laporan SYAHRI RAMLAN, Bagansiapi-api syahri-ramlan@riaupos.co.idAlamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya

PEMKAB Rohil, Rabu (10/9) resmi mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan tahun anggaran 2008 kepada DPRD melalui sidang paripurna keenam masa persidangan ketiga tahun 2008 Dari draft yang diajukan, pemerintah menargetkan peningkatan APBD sebesar Rp100 miliar.

Adapun untuk materi nota APBD perubahan yang diajukan, sebagian besar masih mengarah kepada tiga isu pokok, diantaranya meliputi infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi kerakyatan.

Penyerahan APBD Perubahan kepada dewan untuk segera dibahaas tersebut, dilakukan Wakil Bupati, H Suyatno. Dalam pengajuan APBD perubahan tersebut juga dihadiri oleh Sekda Rohil, Drs H Asrul M Noor Msi dan sejumlah kepala dinas pendidikan dan jawatan serta termasuk para anggota dewan.

‘’Dalam penyempurnaan APBD perubahan itu, ada beberapa perubahan bila dibandingkan sebelumnya. Dimana, kenaikan nilainya mencapai sekitar Rp 100 miliar. APBD kita sebelumnya hanya mencapai Rp 1,7 triliun. Namun setelah ada perubahan, terjadi penambahan menjadi Rp 1,8 trilun. Kenaikan sekitar Rp 100 miliar itu semua dilatarbelakangi beberapa program skala prioritas yang harus segera dilaksanakan,’’ kata Suyatno.

Program pembangunan yang masih diprioritaskan itu, lanjut Suyatno, sebagian besar masih menitikberatkan pada tiga sektor. Yakni sektor infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya
manusia serta ekonomi. ‘’Umumnya, APBD perubahan itu sebagian besar adalah meneruskan atau melanjutkan program-program pembangunan yang sudah dianggarkan sebelumnya hingga sampai selesai. Hal ini dilakukan lantaran ada beberapa program pembangunan yang sudah dianggarkan itu, pelaksanaannya tertunda. Dan yang tertunda itu yang kita prioritaskan melalui APBD perubahan tadi,’’ kata Suyatno.

Selain APBD perubahan tahun anggaran 2008, Pemkab Rohil turut menyampaikan beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Diantaranya, Ranperda tentang Pembentukan Kelurahan, Ranperda Pengelolaaan Barang Milik Daerah serta Ranperda Peningkatan Status Kepenghuluan Persiapan Menjadi Defenitif. Jalannya sidang paripurna itu sendiri, dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan hanya berlangsung selama satu setengah jam saja.

Pelaksanaan sidang paripurna dengan agenda penyampaian APBD perubahan serta sejumlah ranperda tersebut, dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Rohil, Dedi Humadi.

‘’Dalam waktu dekat, APBD perubahan dan sejumlah Ranperda yang telah diajukan ini, segera kita tindak lanjuti. Salah satu diantaranya dibahas di masing-masing faksi maupun komisi,’’ kata Dedi Humadi. (bud)
di lansir dari Riaupos

ultah Rohil ke-9

Selamat ulang Tahun ke-9 Kabupaten Rokan hilir, itulah ucapan banyak di elus-eluskan oleh warga Rokanhilir terutama yang berada di Bagansiapiapi setelah lebaran umat muslim ke 1419 H.
acara tahun ini di ada sederhana saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Ultah ke-9 ini tepatnya pada hari sabtu, 4. oktober 2008. hanya berselang 4 hari lebaran idul fitri. acara di di pusatkan di Gedung serba Guna Bagansiapiapi.hadir dalam acara tersebut wakil gubernur yang baru saja terpilih H.R.Mambang Mit dan ongah Prof.Tabrani, bupati Rohil Annas Makmun serta di hadiri juga para legislatif dan eksekusif di lingkungan Rohil.

pada pidato paginya baik pak mambang mit maupun annas makmun. banyak memaparkan tentang pembangunan rohil ke depan. salah satunya tentang membangun jalan sinoboi -dumai, membangun jembatan pendamaran, dll.

setelah itu para tamu melihat pameran di pusat sepanjang lingkaran taman kota bagansiapiapi.
rencana malamnya akan di meriahkan oleh artis Gita KDI dan Artis dari Malaysia.

Festival Bakar Tongkang Bagan Siapi-api Hendri Irawan

Terima Kasih Dewa Laut
Jumat, 27 Juni 2008 | 02:24 WIB

Kota Bagan Siapi-api dibangun oleh perantau China pada era 1820-an.
Bermula dari sekelompok orang dari Provinsi Fujian, China, bermarga
Ang yang mencoba mengubah peruntungan nasib di negeri orang. Kelompok
ini menyeberangi lautan untuk mencari tanah baru di negeri harapan
dengan kapal kayu sederhana yang disebut wangkang atau tongkang.

Setelah terkatung-katung di lautan, kelompok Ang berdoa kepada Dewa
Kie Ong Ya (Dewa Laut) yang patungnya dibawa dalam wangkang agar
ditunjukkan arah menuju daratan. Pada keheningan malam tiba-tiba
tampak cahaya yang samar-samar dari daratan. Dengan asumsi bahwa di
mana ada api di situ ada kehidupan, kelompok Ang tiba di daratan di
pinggir Selat Malaka itu.

Kisah lainnya mengatakan, warga China Bagan Siapi-api sebenarnya
merupakan pelarian dari penguasa Siam pada tahun 1926. Ada tiga
kelompok berangkat dari Siam dengan menggunakan tiga buah tongkang.
Namun, dua kapal tenggelam di laut dan hanya kelompok Ang yang sampai
di daratan.

Asal usul nama kota Bagan Siapi-api memiliki beberapa versi. Versi
yang dipercaya banyak masyarakat adalah munculnya petunjuk Dewa Kie
Ong Ya berupa cahaya api dari daratan ketika tongkang marga Ang
kehilangan arah. Namun, ada pula versi yang mengatakan Bagan berasal
dari kata tempat penangkapan ikan. Sementara api berasal dari pohon
api-api yang banyak tumbuh di daerah pantai.

Semenanjung

Di semenanjung Malaka sebenarnya terdapat tiga kerajaan Melayu, yaitu
Kerajaan Kubu, Tanah Putih, dan Batu Hampar. Hanya, etnis China ini
lebih nyaman menetap di Bagan, di muara Sungai Rokan sekarang di
pinggir pelabuhan. Di sana mereka membangun permukiman tradisional,
termasuk membangun bang liau (gudang penampungan ikan).

Mereka juga membuat pelataran untuk menjemur ikan asin. Selain itu,
mereka juga membuat dok kapal kayu, yaitu tempat pembuatan kapal yang
digunakan untuk menangkap ikan. Kapal kayu terbuat dari jenis kayu
leban. Selanjutnya, agak ke daratan mereka membangun Klenteng In Hok
Kiong.

Belanda sempat membuka Pelabuhan Bagan Siapi-api sebagai salah satu
kekuatan lautnya di Indonesia. Pada era 1900-1950 Bagan Siapi-api
menjelma menjadi salah satu pelabuhan penting di Selat Malaka.
Pelabuhan itu terkenal dengan hasil laut berupa ikan dan hasil bumi
berupa karet alam. Di kota itu sempat bermunculan pabrik pengolahan
karet untuk ban kendaraan perang. Namun, setelah perang dunia kedua,
permintaan karet menurun tajam dan akhirnya beberapa pabrik karet di
sana tutup.

Acara ritual bakar tongkang sendiri tidak langsung muncul ketika
keluarga Ang mendaratkan kaki di Bagan Siapi-api. Acara itu
diperkirakan baru dikenal pada tahun 1920-an atau sekitar 100 tahun
setelah pendaratan pertama. Ketika itu pelabuhan Bagan Siapi-api telah
menjadi pelabuhan yang sangat terkenal di Selat Malaka. Acara bakar
tongkang merupakan wujud rasa terima kasih warga China perantau untuk
rezeki yang berlimpah, terutama kepada Dewa Kie Ong Ya yang telah
memberi petunjuk. Sumber lain menyebutkan, ritual bakar tongkang
merupakan pemujaan untuk memperingati hari lahir Dewa Kie Ong Ya.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, acara bakar tongkang sempat
menghilang. Penguasa Orde Baru kurang suka dengan acara yang dibuat
oleh masyarakat yang menganut agama Khonghucu. Bagan Siapi-api juga
terisolasi dari dunia luar dan hanya memiliki akses jalan melalui
laut. Baru sekitar delapan tahun ini Bagan Siapi-api dapat ditembus
lewat jalan darat.

Amin Budiarjo, pengamat dan perancang arsitektur kota dari Institut
Teknologi Bandung, dalam tulisannya di Kompas mengungkapkan,
arsitektur kota Bagan Siapi-api mewarisi arsitektur China masa lalu.
Material kayu dengan ukiran khas China dan struktur overstek yang
bertumpang menunjukkan dominasi langgam arsitektur tersebut sejak awal
berdirinya kota itu.

Pada kawasan komersial dijumpai keunikan morfologi bangunan berupa
rumah toko (ruko) deret khas daerah pelantar. Bentuknya mirip rumah
baba dari China, tapi materialnya didominasi oleh kayu yang merupakan
kekhasan arsitektur Melayu. Ruko deret ini berlantai dua, merapat pada
jalan.

Sejak era Presiden Abdurrahman Wahid, tradisi China dari agama
Khonghucu kembali hidup. Acara bakar tongkang kembali diselenggarakan
setiap tahun. Pada tahun 2008 ini acara bakar tongkang lebih meriah
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Seluruh kelenteng yang
berjumlah 143 buah di Bagan Siapi-api ikut mengambil bagian.

Biaya yang dikeluarkan untuk menggelar acara ini tidak diketahui,
tetapi kabarnya mencapai miliaran rupiah.

Buat warga China Bagan Siapi-api, ritual bakar tongkang lebih besar
dibandingkan merayakan Tahun Baru Imlek. Saat Imlek banyak perantau
yang tidak pulang, tetapi pada saat bakar tongkang keinginan mudik
jauh lebih besar.

"Tadi saya baru bertemu dengan rombongan dari Jakarta. Mereka datang
dengan mencarter sebuah pesawat Garuda hanya untuk melihat ritual
bakar tongkang," ujar Rusli Zainal, Gubernur Riau.

Tahun 2008 ini jumlah perantau yang kembali ke Bagan Siapi-api juga
lebih besar. Menurut panitia, perantau berasal dari Singapura,
Malaysia, China, Australia, Inggris, dan dari Tanah Air. Jumlah
pengunjung yang hadir pada puncak bakar tongkang diperkirakan mencapai
30.000 orang. (SAH)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/27/02233636/rasa.hongkong.di.bagan.siapi-api

Ritual Bakar Tongkang
Rasa Hongkong di Bagan Siapi-api
Jumat, 27 Juni 2008 | 02:23 WIB

Oleh Syahnan Rangkuti

Minggu ketiga bulan Juni lalu, Bagan Siapi-api, Kabupaten Rokan Hilir,
Provinsi Riau, lebih terlihat seperti sudut kota tua di negeri China.
Hampir di setiap rumah dan penjuru kota terdapat lampion khas China.

Alun-alun kota dikelilingi warna-warna merah. Pekan itu nyaris seluruh
penduduk Bagan Siapi-api, yang didominasi masyarakat keturunan China,
sedang mempersiapkan upacara ritual tahunan Go Gwe Cap Lak atau yang
lebih dikenal dengan sebutan upacara bakar tongkang.

Sehari menjelang puncak kegiatan, acara ritual sudah dimulai,
persisnya pada pukul 00.00 tanggal 15 bulan kelima Imlek yang jatuh
pada tanggal 19 Juni 2008. Sekitar 30.000 warga keturunan China Bagan
Siapi-api, yang sebagian besar beragama Khonghucu, memadati Klenteng
In Hok Kiong yang berada di samping alun-alun kota untuk bersembahyang.

Hio-hio raksasa dibakar dan sesajen, seperti buah-buahan, daging babi,
ikan, ayam, dan kue-kue, disusun di atas altar. Bau hio terbakar dan
kepulan asap seakan tidak dipedulikan.

Sebulan sebelumnya, puluhan ahli pembuat perahu mempersiapkan
pembuatan replika tongkang sepanjang 9,2 meter, lebar 2 meter, dan
tiang setinggi 2,7 meter dengan bobot sekitar 400 kilogram. Sekitar
pukul 16.00 hari Kamis itu replika tongkang dibawa masuk ke Kelenteng
In Hok Kiong.

Sesi sembahyang dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan kepada
Dewa Kie Ong Ya (Dewa Laut) menjamu dewa lainnya sambil menyantap
sesaji. Sesi sembahyang akan dibuka kembali pada pukul 00.00 tanggal
20 Juni atau hari ke-16 bulan kelima Imlek.

Meski sesi sembahyang ditutup sementara, di luar sudah disediakan
sebuah panggung besar di belakang alun-alun. Kamis malam itu belasan
ribu warga tumpah ruah menyaksikan aksi panggung beragam jenis
hiburan, seperti tari dan lagu. Penyanyi top Taiwan Coa Siau Hu ikut
meramaikan suasana. Seluruh lagu yang dinyanyikan berbahasa China,
kecuali Gubernur Riau Rusli Zainal yang didaulat untuk bernyanyi
membawakan lagu "Pantai Solop" berirama Melayu.

Malam itu seorang teman dari sebuah harian terbitan nasional menelepon
istrinya di Jakarta. Dalam percakapan telepon dia berkata "Ma, papa
serasa berada di Hongkong malam ini."

Tetabuhan

Pada hari Jumat, sejak pagi, sebagian besar warga China sudah menutup
tokonya. Baru saja lewat tengah hari, dari berbagai penjuru kota
berdatangan rombongan utusan dari berbagai kelenteng. Setiap rombongan
biasanya berjumlah 20 orang dengan membawa tetabuhan yang dipukul
sepanjang jalan. Satu rombongan memiliki seorang ahli gaib atau suhu
yang disebut tan ki. Tan ki didominasi laki-laki.

Setiap tan ki berpakaian seronok khas tradisional China (seperti
daster) berwarna-warni. Para tan ki membawa parang tajam atau membawa
bola duri (paku) yang tajam.

Namun, tan ki dari Kelenteng Kwan Im hanya berpakaian putih-putih
dengan memegang sebuah cawan dan kuas.

"Tahun ini upacara bakar tongkang jauh lebih meriah dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Seluruh kelenteng di Bagan Siapi-api yang
berjumlah 143 mengirimkan utusan. Tahun lalu yang berpartisipasi
sekitar 20 kelenteng," kata Annas Maamun, Bupati Rokan Hilir.

Tan ki inilah yang menjadi ikon upacara bakar tongkang. Tan ki adalah
para suhu yang memiliki ilmu gaib. Saat keluar dari kelenteng, para
tan ki sudah dalam keadaan in trance. Pandangannya biasanya kosong dan
kepala terus bergerak mengikuti iringan suara tabuhan.

Sesampai di Kelenteng In Hok Kiong, para tan ki diberi kesempatan
menunjukkan kebolehan di depan meja persembahan. Suasana mistis
menjadi sangat kental. Tan ki yang membawa parang membacokkan senjata
itu ke tubuhnya. Tan ki yang membawa bola duri secara atraktif
memukulkan bola ke sekujur tubuh dan kepalanya. Darah mengalir dari
kepala dan badan, tetapi para tan ki seakan tidak merasakan kesakitan.
Ada pula tan ki yang menusuk pipinya dengan kawat tajam sehingga
tembus dari kiri ke kanan.

Ribuan orang yang tidak dapat merapat ke Kelenteng In Hok Kiong
terlihat memegang hio dan menggerak-gerakkan turun naik dari dada ke
kepala sembari menghadap ke arah kelenteng. Tua muda, besar kecil
semuanya memegang hio. Asap hio yang menyebar di kota Bagan Siapi-api
laksana kabut tebal yang biasa terjadi di Riau. Abu hio berterbangan
ke sana ke mari sehingga bagi orang yang tidak memakai topi, rambutnya
akan terlihat abu-abu.

Membakar tongkang

Pukul 16.00 hari Jumat, tongkang di keluarkan dari Kelenteng In Hok
Kiong. Tongkang seberat 4 kuintal itu digotong oleh puluhan, bahkan
sampai ratusan orang utusan dari kelenteng secara bergantian. Jarak
dari kelenteng sampai ke tempat upacara bakar tongkang mencapai 2
kilometer melintasi jalan-jalan di tengah kota.

Setelah berjalan sekitar satu jam, tongkang sampai ke sebuah lapangan
kompleks lokasi pembakaran. Selain terdapat sebuah kelenteng, di sisi
kiri lokasi terdapat sebuah bangunan megah tempat para tamu berkumpul.
Tongkang kemudian dibawa ke sudut kanan dan ditempatkan di bawah
tumpukan kertas kuning sesembahan. Sejumlah orang terlihat
mempersiapkan tiang-tiang kapal dan memasang layar.

Para tetua adat didampingi unsur pejabat daerah kemudian dipersilakan
naik ke tongkang. Tidak lama kemudian seluruh orang turun dari
tongkang dan api mulai disulut. Hanya dalam hitungan detik api sudah
berkobar dahsyat.

Di pinggir kobaran api, beberapa tan ki masih unjuk kebolehan. Mereka
berlari-lari memutari tongkang yang terbakar sambil memukuli kepalanya
dengan bola duri. Sejumlah orang yang membawa tandu juga berlari
memutari kobaran api. Padahal, suhu di sekitar tongkang yang terbakar
sangat panas dan orang awam tidak akan mampu mendekat.

Sekitar setengah jam, bentuk tongkang tidak kelihatan lagi. Namun,
kerumunan massa masih bertahan. Ritual puncak bakar tongkang adalah
melihat ke arah mana tiang akan terjatuh. Masyarakat China Bagan
Siapi-api percaya, kalau tiang tongkang jatuh ke arah laut, rezeki
mereka setahun ke depan akan lebih banyak di laut. Bila tiang jatuh ke
arah darat, rezeki akan banyak di darat. Untuk tahun 2008 ini tiang
tongkang jatuh ke arah daratan.

Kesakralan warga China Bagan Siapi-api dalam ritual bakar tongkang
patut diacungi jempol. Rasanya, tidak ada penduduk yang tidak ambil
bagian. Kalaupun mereka tidak ikut arak-arakan, penduduk akan menanti
di pinggir jalan di depan rumah atau dari balkon rumah. Semuanya
memegang hio. Ketika tongkang lewat, mereka tampak lebih khidmat
menggerakkan hio. Tidak sedikit orang-orang yang tergolong manula
berlutut dengan hio ketika tongkang lewat.

Kekhidmatan masyarakat China Bagan Siapi-api dalam ritual bakar
tongkang boleh dapat disamakan dengan masyarakat Bali ketika menggelar
upacara hari raya Nyepi atau acara ritual lainnya. Semua ikut
berpartisipasi dan semuanya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ritual
bakar tongkang patut menjadi agenda pariwisata nasional. Sungguh.

Jumat, September 19, 2008

Visit Bagansiapiapi

Hallo semua,
sudah lama ngak update ni...
ada khabar baru...
saya segera launching website terbaru untuk rokan hilir
di www.rokanhilir.net segera menyusul...